Sabtu, 19 November 2011

Kisruh Pertemuan Ke-10




J
akarta, 14 November  2011, pada pertemuan kemarin di ruang 306 gedung daksinapati UNJ, terjadi kekacauan yang mengakibatkan dibubarkannya kelas oleh Pak Amril sendiri. Kekacauan ini disebabkan oleh tidak siapnya Kelompok 4 yang terdiri dari Angga, Atikah, Harisatunisa, dan Zahratul dalam mempresentasikan pembahasan kelompok yang sudah dijadwalkan, ditambah dengan banyaknya mahasiswa yang terlambat datang kekelas sehingga hanya 17 orang saja yang dianggap hadir oleh Pak Amril, selebihnya dianggap tidak hadir/absen, termasuk saya beserta tiga anggota kelompok 4 Atikah, Harisatunisa, Zahratul dan teman – teman lainnya.

“Pak Amril kecewa soalnya kelompok yang seharusnya tampil tidak mempersiapkan hasil presentasinya dan yang parahnya anggota kelompok tersebut hanya seorang saja yang baru datang”, ungkap Dina dan Eva yang Saya hampiri didepan kelas. Selanjutnya Dina memberitahu bahwa Pak Amril hanya mengabsen 17 mahasiswa saja yang hadir

Puncaknya, kejadian ini berimbas pada Tiga mahasiswa yang tidak diperbolehkan lagi mengikuti perkuliahan Manajemen Pendidikan Nasional karena absensi mereka melebihi standar minimal yang sudah ditetapkan oleh Pak Amril.(Muhammad Ikhzaruddin)

Sekolah Lokal Yang Dikelola Sebagai Suatu Sistem


J
akarta, 7 November  2011, pada pertemuan kemarin di ruang 306 gedung daksinapati UNJ, Kelompok Ketiga Manajemen Pendidikan Nasional yang terdiri dari Bambang Sigit, Digri Mutia, Lukyana, dan Nadia Debri menjelaskan tentang Sekolah Lokal yang Dikelola Sebagai Sebuah Sistem. Sebuah model terbuka sistem manajemen sekolah mempunyai tujuan menggunakan sumber daya secara efisien untuk memberikan pendidikan yang efektif yang menjadi kekuatan pendorong reformasi pendidikan dan gerakan restrukturisasi sejak 1980-an. Masalah bagi mereka yang terlinat dalam manajemen pendidikan adalah memahami bagaimana konsep – konsep efisiensi dan efektivitas dapat diterapkan bermanfaat dalam lembaga pendidikan dan terpadu dengan perhatian lebih akrab, terutama ketika ada bersaing definisi apa yang merupakan pendidikan yang efektif. Sebuah alat konseptual bermanfaat untuk melakukan ini adalah model sistem terbuka. Ini menggambarkan organisasi sebagai organisme hidup yang kompleks yang berinteraksi dengan lengkungannya (Smircich 1983; Morgan 1986). Model ini juga berfokus pada bagaimana hubungan antara sumber daya, input dan output yang dimediasi oleh proses internal.

Model sistem terbuka ini telah dikembangkan selama lima puluh tahun terakhir dan diterapkan pada banyak sector, termasuk pendidikan. Diterapkan untuk manajemen lokal, karena model ini memberikan kerangka pemersatu untuk sintetis banyak helai dalam teori organisasi dan memperlakukan desain organisasi sebagai isu strategis memilih struktur dan proses yang dinilai terbaik untuk melayani tujuan – tujuan organisasi yang telah dibentuk.

Hasil dari pendidikan formal dan dilembaga adalah efek luas yang benar – benar mencapai pada individu yang telah berpartisipasi dalam proses seperti pengetahuan siswa, kemampuan untuk menghargai dan menikmati kegiatan budaya, berperilaku dengan tanggung jawab social, berpartisipasi dalam politik demokratis dan menjadi anggota yang produktif daro angkatan kerja. Outputnya adalah efek langsung dari sekolah pada siswa yakni efek panjang bagi individu yang mebghadiri sekolah dan konsekuensi dari efek ini bagi masyarakat pada umumnya.

Tiga unsur konstituen utama dalam model sistem terbuka yakni lingkungan eksternal, teknologi produksi melalui input diubah menjadi output, dan hubungan manusia. Lingkungan eksternal adalah dimana sekolah  beroperasi dapat dibagi menjadi lingkungan umum yang dipengaruhi oleh teknologi, social, politik, dan ekonomi kekuatan utama beroperasi di masyarakat, dan lingkungan tertentu yang terdiri dari orang tua, masyarakat, lembaga pendidikan dan pemerintah pusat. Lalu mengubah input menjadi output, maksudnya masukan yang diperoleh dari lingkungan eksternal tugas berubah melalui proses sekolah ke output dan hasil tersebut diekspor kembali ke lingkungan. Terakhir, hubungan manusia yang meliputi sejumlah perspektif yang berbeda pada organisasi, yang utama adalah organisasi budaya dan politik.

Aspek – aspek yang menyangkut pengelolaan lokal yaitu kejelasan tujuan yang lebih besar mengenai tujuan pendidikan sekolah, lebih terintegrasi sekolah budaya dimana tujuan – tujuan yang paling memotivasi staf, lebih efektif kepemimpinan, pengambilan keputusan lebih kolaboratif, lebih termotivasi berorientasi tim, dan kapasitas lebih besar untuk belajar organisasi.(Muhammad Ikhzaruddin) image copyrights

Minggu, 06 November 2011

Manajemen Lokal/Manajemen Berbasis Sekolah

J
akarta, 31 oktober  2011, pada pertemuan kemarin di ruang 306 gedung daksinapati UNJ, Kelompok Kedua Manajemen Pendidikan Nasional yang terdiri dari saya (Muhammad Ikhzaruddin), Dinda Febrianti, Rusbiansyah Perdana Kusuma, dan Sifanisa Aulia menjelaskan tentang Manajemen Lokal atau yang dikenal dengan Manajemen Berbasis Sekolah. Manajemen Lokal pertama kali dicetuskan oleh Negara Inggris yang diprakarsai para pendukung politik yang mengklaim bahwa Manajemen Lokal/ Manajemen Berbasis Sekolah diperlukan dalam rangka meningkatkan kualitas dan standar pendidikan yang diberikan oleh sekolah. Seperti dalam Undang – Undang Pendidikan tahun 1988 yang dibacakan oleh Kerneth Baker, Sekretaris Negara untuk Pendidikan, “RUU ini akan menciptakan sebuah kerangka kerja baru, yang akan meningkatkan standar, memperluas pilihan dan menghasilkan Inggris yang lebih berpendidikan”. Kemudian Negara Skotlandia lewat Kantor Dinas Pendidikan (SOED) juga membuat klaim serupa bahwa pelimpahan keuangan dan manajerial dengan memberikan sekolah fleksibelitas yang lebih besar dan meningkatkan kualitas pengambilan keputusan merupakan bagian penting dari tujuan keseluruhan pemerintah dalam meningkatkan standar belajar dan mengajar di sekolah. Lalu Australia juga memproklamirkan prinsip tersebut yang terdapat pada Komisi Sekolah Australia 1973 : 10 yang berisi “tanggung jawab akan paling efektif bila diserahkan kepada orang yang dipercayakan dengan membuat keputusan juga orang yang bertanggung jawab untuk membawa mereka keluar, dengan kewajiban untuk membenarkan mereka dan dalam posisi untuk keuntungan dari pengalaman mereka”. Selandia Baru menganggap desentralisasi dari sistem pendidikan sangat kuat termotivasi oleh keinginan untuk respon yang lebih besar lewat satuan tugas The Picot mereka mengungkapkan “anggota datang untuk percaya bahwa devolusi kekuasaan pengambilan keputusan, sumber daya, dan akuntabilitas merupakan cara yang efektif untuk mengubah keseimbangan kekuasaan antara penyedia layanan dan klien”, selanjutnya mereka menganggap bahwa ini akan mengarah pada institusi yang lebih besar, dan karenanya sistem, responsive. Selanjutnya di Edmonton, Kanada para ahli berpendapat bahwa inefisiensi penggunaan sumber daya. Kurangnya pemberdayaan guru dan ketidakmampuan Kabupaten untuk pengendalian mutu di sekolah, endemic dalam sistem yang sangat birokratis merupakan salah satu alasan utama untuk mengembangkan Manajemen Berbasis Sekolah.

Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola sekolah yang baik yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Peningkatan kinerja sekolah yang dimaksud meliputi peningkatan kualitas, efektivitas, efesiensi, produktivitas, dan inovasi pendidikan beserta uraiannya termasuk kinerja sekolah merupakan kriteria untuk menilai pengelolaan Manajemen Lokal atau Manajemen Berbasis Sekolah. Efisiensi maksudnya melakukan suatu usaha yang minimum untuk menghasilkan output yang maksimum. Efektivitas adalah seberapa baik program atau kegiatan mencapai tujuan. Nilai uang yaitu berusaha untuk memberikan layanan yang terbaik dengan sumber daya yang tersedia. Keadilan adalah kebutuhan menyeimbangkan dan menyelesaikan ketegangan antara kepentingan individu dan kelompok.

Manajemen Berbasis Sekolah juga memberikan manfaat secara spesifik yakni memungkinkan orang – orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran, memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting, mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran, mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah, menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistic ketika orang tua dan guru makin menyadari keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program – program sekolah, meningkatan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.

Selain manfaat, ternyata Manajemen Berbasis Sekolah dapat memiliki hambatan antara lain tidak berminat untuk terlibat maksudnya seorang guru akan enggan melaksanakan tugas tambahan jika tugas utamanya belum terlaksanakan, tidak efisien maksudnya pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif akan membuat frustasi dan lebih lamban, pikiran kelompok yang kohesiv, memerlukan pelatihan, kebingungan atas peran dan tanggung jawab baru, kesulitan koordinasi, dan MBS yang berhubungan dengan prestasi belajar. Hambatan – hambatan tersebut dapat teratasi dengan strategi berikut seperti menciptakan prakondisi yang kondusif, membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan, dan akuntabel, pemerintah pusat harus lebih memainkan peran monitoring dan evaluasi, dan mengembangkan model program pemberdayaan sekolah.

Manajemen Lokal atau Manajemen Berbasis Sekolah memberikan dampak untuk sekolah seperti menciptakan rasa tanggung jawab melalui administrasi sekolah yang lebih terbuka. Keterbukaan ini telah meningkatkan kepercayaan, motivasi, serta dukungan orang tua, dan masyarakat terhadap sekolah. Lalu pelaksanaan PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan) atau Pembelajaran Konstektual dalam MBS, dapat mengakibatkan peningkatan kehadiran anak di sekolah, karena mereka senang belajar dan akan meningkatkan pendidikan di setiap Negara.(Muhammad Ikhzaruddin) image copyrights